Cerita ini mengisahkan tentang seorang pengendara motor yang hendak pulang ke kampung halamannya. Dirinya adalah seorang lelaki berusia 27 tahunan. Dalam perjalanan pulangnya ia mengendarai sebuah motor berjenis 4 tak yang pada saat malam hari tepat pukul 11.59 ia berhenti di jalanan tengah hutan.
Begitu jarum jam di layar ponselnya bergeser dari 11.59 ke 00.00, angin tiba-tiba berhenti. Hutan yang sebelumnya hanya sunyi kini berubah menjadi… terlalu sunyi. Tidak ada serangga, tidak ada angin, bahkan suara nafasnya sendiri seperti tertahan di udara.
Lampu motornya memantulkan cahaya pucat ke batang-batang pohon tinggi yang berjejer rapat, seolah membentuk dinding gelap yang tak berujung. Ia turun dari motornya perlahan, mencoba merenggangkan tubuh setelah perjalanan panjang.
Namun saat kakinya menyentuh tanah berpasir lembab itu, ia merasakan getaran halus, seperti seseorang sedang berjalan pelan… tepat di bawah tanah.
“Ah… mungkin cuma hewan kecil,” gumamnya, meski hatinya terasa mengeras.
Ia menyalakan rokok, ujung api merahnya berpendar kecil di kegelapan. Tapi tak sampai dua isapan, rokok itu padam—seolah dicubit angin… padahal tidak ada angin sama sekali.
Lalu, dari balik pepohonan, muncul aroma bunga kamboja—tajam, pekat, menusuk hidung. Aroma yang tidak seharusnya ada di hutan seperti ini. Bulunya merinding.
Ia memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan diri.
Ketika dibuka kembali… lampu motornya mulai berkedip-kedip. Satu kali. Dua kali. Lalu mati.
Gelap total.
Ia menahan napas. Jantung berdebar keras.
Di kejauhan, dari arah jalan gelap yang baru saja ia lewati, terdengar suara—pelan, namun jelas:
“Tok… tok… tok…”
Suara seperti langkah kaki, berat dan menyeret. Semakin lama semakin dekat.
Ia coba menyalakan motor. Starter ditekan.
Tek… tek… tek…
Tidak menyala.
Ia menekan lagi.
Tek… tek—
Tiba-tiba dari arah belakangnya, terdengar bisikan lirih, sangat dekat dengan telinganya, dingin dan patah-patah:
“Pulang… kemana… kau…?”
Seluruh tubuhnya membeku. Tangannya gemetar, tapi ia memaksa menoleh perlahan.
Di balik pohon terbesar, samar dalam kegelapan, terlihat bayangan putih panjang, berdiri diam. Tidak bergerak. Hanya menatap.
Dan tanpa angin, dedaunan di atasnya tiba-tiba bergetar sendiri.
Bayangan itu kemudian melangkah keluar… perlahan… menyeret… mendekat.
Ia mundur satu langkah. Lalu satu langkah lagi. Nafasnya tercekat.
Dan tepat saat bayangan itu hampir memasuki cahaya redup dari ponselnya yang masih menyala di genggamannya—ponselnya mati.
Seketika, hutan jatuh ke dalam kegelapan sempurna.
…dan suara langkah itu kini tepat di belakangnya.
Malam Keramat Di Tengah Hutan Lebat